16 Januari 2009

AKU “GILA” KARENA GANJA

Semua orang tentu tidak menginginkan hidup menjadi pecundang dan tersia dari lingkungan karena dianggap mengganggu dan menjadi sampah masyarakat karena perilaku yang merusak diri dengan hal-hal yang dilarang norma agama dan adat istiadat yang dianut masyarakat. Tetapi keingingan masa muda yang penuh gejolak sulit untuk menepis segala hasrat untuk anti kepada kemapanan.

Hal ini seperti dialami Helmi (sebut saja demikian), diusianya yang baru beranjak 23 tahun harus mengalami pahit getir kehidupan karena harus menjalani terapi di sebuah Rumah Sakit Jiwa karena penyakit jiwa akut yang diderita akibat mengkonsumsi ganja yang berlebihan dan juga setelah menjalani serangkaian terapi akhirnya dia juga dikirim ke sebuah pesantren untuk menjalani rehabilitasi jiwa. Ini lah sekelumit kisah pahit getir penikmat “daun syurga” yang jarang diekpos media, berikut penuturannya kepada Hamdani dari Modus Aceh beberapa waktu lalu.

Aku adalah anak ke-2 dari lima bersaudara, semuanya cowok. Kehidupan kaluarga kami memang tergolong sulit, kedua orangtuaku sering berantem dan ribut melulu sehingga terkadang aku malas pulang ke rumah, Karena pulangpun tidak ada kedamaian, rumah seperti neraka buatku, sehingga aku sering bergabung dengan rekan-rekan sebaya.

Karena keseringan gabung-gabung dengan teman-teman akhirnya aku sudah mulai mengkonsumsi rokok pada usia lima belas tahun, saat itu aku masih bersekolah di kelas tiga SMP. Merokok adalah hal yang membanggakan diusia tersebut, merokok juga sebagai sarana aktualisasi diri untuk menunjukkan eksistensi seseorang biar disebut sudah dewasa. Masalah merusak tubuh dan merusak kesehatan karena merokok sama sekali aku tidak tahu dan tidak mau tahu.

Menginjak bangku SMA aku sudah mulai mencoba-coba menghisap ganja, ada suatu kenikmatan tersendiri yang sulit kulukiskan dengan kata-kata saat menikmati “bakong Aceh” tersebut, sehingga berawal dari coba-coba aku mulai ketagihan untuk mengkonsumsi ganja, apalagi di lingkungan sekitar tempat tinggalku ganja begitu mudah diperoleh, sehingga setiap kubutuhkan “barangnya” selalu ada istilahnya ada duit ada barang.

Lingkungan tempat tinggalku memang terkenal sebagai tempat transaksi ganja, di daerah ini nyaris tidak tersentuh hukum para bandar narkoba juga menjual barangnya dengan cara terang-terangan, tidak ada kesan takut setiap ada orang yang ingin memesan ganja atau sejenis narkotika lainnya. Hal ini wajar kukira karena pihak aparat hukum dalam hal ini polisi juga sering menjadi pelanggan mereka. Kalaupun ada razia gabungan mereka sudah duluan gulung tikar, sepertinya mereka selalu duluan tahu kalau ada razia, sehingga kesannya polisi selalu kalah cepat. Tetapi kukira semua itu hanya akal-akalan saja, seperti di kisah film-film India karena polisi juga merupakan bagian dari jaringan kejahatan itu sendiri sehingga sulit mengungkapkan kejahatan.

Karena sudah mulai ketagihan maka sulit bagiku sehari saja kalau tidak mengisap ganja, barang memang gampang karena stoknya selalu ada, yang jadi masalah aku tidak selalu punya uang untuk membeli ganja yang kubutuhkan tersebut, maklumlah aku belum bekerja karena masih sekolah, ganja yang kubelipun terkadang dari uang jajan yang tidak seberapa. Sehingga karena keinginan yang mendesak terpaksa aku mencuri uang orangtuaku untuk membeli ganja, hal ini sudah kulakukan berkali-kali.

Suatu hari hal ini diketahui oleh orangtuaku, sehingga bapakku ngamuk-ngamuk karena merasa kehilangan uang simpanannya, semua kami anak-anaknya dikumpulkan dan diinterograsi siapa yang mengambil uang. Tidak ada yang mengaku karena memang tidak ada yang merasa mengambil, kecuali aku yang hanya pura-pura tidak mengaku. Akhirnya karena tidak ada yang mengaku semua kami diikat dibatang pohon kelapa di depan rumah, sambil mengancam kalau tidak ada yang mengaku tidak akan dilepaskan sampai keesokan harinya. Maka ketakutanlah kami semua, dan di antara kami jadi saling dan menyalahkan. Akhirnya entah karena kasihan atau tidak sanggup merasa tertekan dan bersalah akupun mengaku kepada kakak-kakaku bahwa akulah yang mencuri uang bapak.

Akhirnya setelah didesak oleh kakakku-kakakku aku mengaku juga kepada bapak, maka semua dilepaskan kecuali aku yang mendapat hukuman tambahan yaitu dilecut lima kali dengan memakai tali pinggang bapakku dan tidak mendapat uang jajan selama seminggu. Perih tak terkira, tapi aku tidak menangis aku malu menagis sebagai anak lelaki.

Karena aku kapok mencuri uang orangtuaku maka aku mulai mencari cara lain untuk mendapatkan ganja, akhirnya aku mulai menjadi agen atau penyalur kecil-kecilan, sehingga dengan menjadi penyalur aku selalu bisa mendapat ganja gratis dari bandar yang besar selain itu dikasih imbalan uang yang lumayan.

Menghadapi kenyataan ini aku sangat gembira, aku semakin larut dan ketagihan dalam mengkonsumsi ganja tidak siang tidak malam aku selalu mengkonsumsi ganja, ke rumah aku sudah jarang pulang sekolahpun sudah jarang masuk dan akhirnya aku benar-benar tidak bersekolah lagi. Orangtuaku juga tidak peduli aku mau pulang atau tidak mereka hanya sibuk dengan dunianya tanpa peduli kapada kami anak-anaknya, sehingga akibat depresi yang berkepanjangan abangku yang sulung nekat meninggalkan rumah. Entah kemana abangku pergi sampai kini aku tidak tahu.

Semakin hari aku semakin terjerumus ke dunia hitam, main judi dan main perempuan menjadi hal yang biasa kulakukan, hal-hal tentang agama nyaris aku tidak tahu sama sekali aku merasa kehidupan ini begitu bebas dan nikmat tanpa ada yang mengekang. Aku merasa benar-benar bebas lepas penuh kemerdekaan.

Aku tidak menyadari bahwa tubuhku semakin ceking nyaris tidak berdaging. Aku juga semakin tidak bisa mengontrol tingkah lakuku, kadang aku tertawa tanpa sadar otakku tidak sanggup kuperintahkan, timbul juga rasa panik tapi aku tidak mengerti dan mulai tidak sadar diri. Sampai suatu hari aku merasa dunia ini sudah gelap, aku tidak punya parasaan apa-apa lagi, mungkin saat itu aku sudah gila.

Sampai suatu hari aku mulai merasa pulih dan aku telah berada bersama dengan orang-orang aneh yang tingkahnya ada yang lucu dan juga yang menjengkelkan. Sulit sekali menjelaskan pengalamanku secara runut atau kronologis pada saat itu, karena aku memang tidak sadar diri. Yang jelas dan aku yakini saat itu aku telah berada di Rumah Sakit Jiwa. Ya, aku telah berstatus orang gila, sungguh perih dan pedih perasaanku menghadapi realitas ini tapi apa daya? Ini adalah kenyataan dari apa yang telah kuperbuat selama ini.

Sampai hari ini aku belum tahu pasti apa sebenarnya yang terjadi dalam kehidupan masa laluku, berapa tahun aku berstatus sebagai orang gila. Hidup menjadi orang gila benar-benar bagai dalam mimpi tanpa pernah kita menyadari apa yang terjadi, tiba-tiba saat sadar dunia jadi berubah.

Suatu hari datang pamanku untuk menjemputku, ternyata selama ini yang mengeluarkan biaya untuk perawatanku adalah paman. Dan menurut penuturan dokter kepada paman yang sempat kudengar aku sudah bisa berobat jalan, tetapi harus selalu dikontrol dan obat harus selalu tersedia kalau tidak aku bisa kambuh lagi.

Sesampainya di kampung hasil rembug keluarga aku diantar ke sebuah pesantren untuk mengobati jiwaku secara tuntas dan kalau di pesantren kemungkinan untuk terjerumus lagi ke dunia hitam akan sangat kecil. Kembali pamanku menjadi pahlawan, karena paman mengatakan bahwa akan menanggung segala biaya selama aku berada di pesatren. Alhamdulillah pikirku, karena aku juga punya keinginan menjadi orang baik-baik, aku kapok sekarang.

Suasana pesantren benar-benar membuatku insyaf terhadap kelakuanku selama ini, aku benar-benar merasa dilahirkan kembali. Kadang-kadang tengah malam aku bangun dan sholat tahajjud memohon ampunan Allah atas segala tingkah dan lakuku pada masa lalu yang tidak terarah dan jauh dari agama, apa lagi saat mendengar nasehat dari abon tentang bahaya mengonsumsi ganja dan khamar serta begitu besar dosanya zina aku benar-benar gemetar dan ketakutan. Sehingga aku semakin rajin bersujud dan memohon ampunan Allah, aku tidak yakin apakah saat ini Allah telah mengabulkan permohonanku tersebut, tetapi yang jelas aku akan tetap berdoa dan berdoa. Supaya tingkah laku burukku di masa lalu bisa terampunkan.

Aku juga tidak henti-hentinya berdoa buat kebahagiaan kedua orangtuaku. Terakhir kudengar kabar abang sulungku telah ditangkap di Malaysia karena menjual dadah atau ganja dan terancam hukuman gantung, dan kedua orangtuaku telah bercerai, bapak menikah lagi ibu juga menikah lagi, dan tiga orang adikku terlantar, tetapi kini telah diasuh oleh paman. Aku turut bersedih terhadap cobaan yang menimpa keluargaku tetapi aku tidak berdaya merubahnya, semua adalah takdir Allah seperti aku yang tengah mengikuti arah takdirku. Aku hanya berharap semoga semuanya akan berakhir dan baik-baik saja. Mudah-mudahan kisahku menjadi pelajaran yang berharga dan menjadi ikhtibar buat orang lain, bahwa dunia hitam bukan sesuatu yang indah dan mengkonsumsi ganja hanya akan merusak badan dan merusak jiwa menjadi gila.***

1 komentar:

  1. http://sisiusus260.blogspot.com/2017/11/khasiat-lengkuas-untuk-keperkasaan.html
    http://sisiusus260.blogspot.com/2017/11/7-keunikan-tubuh-wanita-yang-tak.html
    http://sisiusus260.blogspot.com/2017/11/restoran-ini-sarankan-pengunjung-makan.html
    http://sisiusus260.blogspot.com/2017/11/kisah-sim-alam-gaib-yang-bikin-bingung.html


    joint us :
    * BBM: D1E0517C / 2B3F0E24
    * WHATSAPP:+6282143134682
    * LINE: PELANGIQQ
    * WECHAT: pelangiqq

    BalasHapus