16 Januari 2009

ISTRIKU DIBAWA KABUR SEPUPUKU

Manusia kalau terus memperturutkan hawa nafsunya maka akan lebih hina dari binatang, oleh sebab itu jika nafsu sedang memuncak maka langkah yang terbaik adalah berpuasa atau berolahraga, kalau hal ini tidak dilakukan maka akan merusak keimanan. Seperti kisah yang diceritakan Malik (samaran) kepada Hamdani dari Tabloid Modus Aceh tentang tragedi rumah yang menimpa dirinya akibat nafsu kebinatangan yang dilakonkan adik sepupu dan istrinya sendiri. Berikut penuturan lengkapnya:

Aku adalah seorang suami yang sangat menyayangi istri, saking sayangnya aku pada istri aku memberikan kebebasan yang berlebihan terhadap istriku tersebut. Tapi, ternyata kasih sayangku yang berlebihan ini dimanfaatkan Ida (sebut saja demikian) dengan sebaik-baiknya, yang akhirnya menjadi bumerang buat rumah tanggaku.

Perkawinanku telah kurintis sejak lima tahun yang lalu, saat melangkah ke altar pelaminan usiaku memang sudah tidak terbilang muda, saat itu usiaku telah 35 tahun sedangkan istriku masih sangat muda, karena saat itu dia baru menamatkan bangku sekolah menengahnya, saat kupinang usianya masih 18 tahun. Sebuah usia yang masih rentan terhadap segala godaan dunia yang penuh kamuflase.

Ida mempunyai wajah yang cantik dan tubuh yang bahenol kata orang, banyak pemuda desanya naksir pada Ida, tahu potensinya yang sangat memikat tersebut Ida sering memanfaatkan keluguan pemuda-pemuda desanya untuk menguras isi kantong para pemuda tersebut, ya isi pulsa lah atau hape baru lah. Dan aku adalah salah seorang korbannya juga. Tapi menyadari modal sudah terlalu banyak keluar dan pada dasarnya akupun memang cinta mati sama Ida maka aku berniat mengawini Ida.

Karena tekadku untuk berumah tangga dengan Ida sudah bulat terpatri di dalam hati, maka untuk langkah pertama aku mengutarakan niatku tersebut langsung pada yang bersangkutan, yakni Ida. Tapi di luar dugaan niat baikku tersebut ditolak mentah-mentah oleh Ida, dia berasalan belum mau kawin karena masih terlalu muda. Mendengar penolakan tersebut aku bagai disambar petir, sakit benar hatiku saat itu karena merasa dia telah mempermainkanku selama ini, setelah begitu banyak aku mengorbankan materi untuknya.

Menyadari langkah pertama gagal aku tidak berputus asa, maka langkah selanjutnya adalah meminang Ida langsung pada orangtuanya. Alhamdulillah ternyata sambutan orangtua ida sungguh luarbiasa, apresiasinya terhadap hubungan kami ternyata cukup baik. Dengan setulus ikhlas mereka mendukung hubungan kami berlanjut ke pelaminan. Nah merasa keberuntungan sudah mulai berada dipihakku maka langkah selanjutnya adalah membujuk Ida kembali supaya mau berumah tangga denganku.

Setelah beberapa kali kubujuk dan dibujuk oleh orangtuanya ternyata akhirnya hati Ida luluh juga walau beberapa kali dia mencoba untuk menghindar dan hanya mau bertunangan saja dulu, tapi akhirnya Ida mau untuk menikah denganku. Menghadapi keadaan seperti ini hatiku sangatlah merasa gembira. Maka aku dan keluarga langsung mempersiapkan segala hal menyangkut prosesi pernikahan dan resepsi, karena aku tidak setuju tunangan-tunangan dulu seperti yang disarankan Ida.

Singkat cerita sampailah aku di pelaminan, acara resepsi pernikahanku tergolong meriah untuk ukuran desa kecil tersebut. Penat dan lelah tidak terasa lagi karena telah ditutupi oleh kegembiraan. Berkali-kali aku mengucap rasa syukur kepada Tuhan atas anugerah yang dilimpahkan kepadaku.

Bulan-bulan pertama perkawinan kebahagiaan masih melingkupi rumah tanggaku, aku semakin mencintai Ida demikian juga kurasakan sebaliknya. Ternyata hati Ida benar-benar telah luluh padaku. Menghadapi realita ini aku semakin memanjakan istriku, segala keinginannya kupenuhi tanpa pernah menolak sekalipun, walau pekerjaanku hanya pedagang yang membuka warung kecil di desa yang sering pulang larut malam, tetapi untuk memenuhi segala kebutuhan rumah tangga masih mencukupi apalagi belum dikarunai anak.

Memasuki tahun kedua badai prahara mulai menimpa rumahtangga kami, berawal dari bisik-bisik tetangga bahwa istriku tercinta ada main dengan adik sepupuku. Aku mengenyahkan jauh-jauh paraduga tersebut, karena kurasa hal ini tidak mungkin terjadi, hanya fitnah yang sengaja dihembuskan orang-orang yang tidak senang terhadap kebahagiaan rumahtanggaku.

Aku berpikir sangat tidak mungkin seorang adik sepupu apalagi sudah mempunyai istri sendiri akan tega berkhianat pada abang sepupunya, apalagi kami masih kuat sekali hubungannya karena ikatan tali wali yang dalam tatanan masyarakat Aceh sangat kuat ikatannya.

Tapi tak pelak akhirnya aku bergeming juga dengan isu-isu tersebut saat menghadapi realita bahwa istriku semakin susah diatur dan sering uring-uringan tanpa sebab. Sehingga aku semakin malas kalau pulang ke rumah, aku jadi semakin sering menyibukkan diri dengan daganganku. Yang aneh adik sepupuku yang ditunding oleh warga selungkuh dengan istriku karena menurut tetangga adikku itu sering sekali bertandang ke rumah di saat aku sedang jualan, jika berjumpa denganku selalu nampak tenang-tenang saja dan berusaha menegurku seramah mungkin. Sehingga aku semakin bingung dengan sandiwara ini.

Suatu malam timbul niatku untuk membuktikan kecurigaan warga dan rasa penasaranku terhadap isu yang beredar, maka malam itu seusai sholat Isya dengan mengendap-endap aku pulang ke rumah. Sengaja aku tidak masuk lewat pintu depan, tapi aku memilih jalan belakang harus melalui dapur yang tujuannya ingin memergoki istriku kalau memang ada selingkuh. Untuk sampai ke pintu belakang terlebih dahulu aku harus melawati kamar aku dan istriku, yang juga merupakan kamar pengantin kami. Saat itu hatiku berdegup kencang dan andrenalinku terasa lebih kencang, aku benar-benar tegang tapi kucoba menenangkan diri.

Saat melewati kamarku tersebut tiba-tiba telingaku menangkap suara-suara aneh dari dalam kamar, penasaran aku mencoba mengintip tapi pandanganku terhalang karena lampu dimatikan. Terasa darahku mendidih saat itu, ternyata apa yang selama ini dikatakan tetangga benar adanya istriku memang benar berselingkuh. Saat itu ingin rasanya berteriak keras-keras dan mendobrak dinding kamar dari luar, tapi hal itu tidak mampu kulakukan karena seluruh tubuhku terasa gemetar, saat itu aku langsung jatuh berkelonjotan, pingsan. Ternyata aku begitu lemah sebagai lelaki, aku merasa kalah.

Mungkin mendengar suara gedebak gedebuk dari luar yang di dalam menjadi panik dan langsung kabur. Hal ini kusadari saat aku siuman ternyata aku sudah berada di ruaangan istriku sudah ada di sampingku dengan wajah yang cemas (mungkin pura-pura) dan menanyakan apa yang terjadi terhadapku. Aku tidak bisa menjawab mungkin karena sakit benar terasa hatiku, gigiku gemelatuk badanku sangat menggigil saat itu. Ternyata emosiku masih sangat besar. Tapi sikap istriku malah tenang-tenang saja dia tidak kelihatan ketautan, malah dia menampilkan wajah kecemasan. Aku semakin bingung, mau marah-marah aku sangat mencintai istriku tersebut, aku merasa bagai seorang yang tidak punya pendirian saat itu.

Malam itu aku merasa tidak sanggup membuktikan perselingkuhan istriku, maka setelah berselang beberapa malam setelah kejadian pertama aku masih mencoba-coba untuk menyatroni rumahku malam-malam sambil berharap-harap dengan penuh kecemasan supaya aku bisa membuktikan kecurigaanku. Tapi ternyata aku tidak pernah sanggup membuktikan, mungkin mereka begitu licik dan licin dalam mengatur strategi? Entahlah.

Karena kupikir mereka sudah kapok dengan perselingkuhanya, aku mulai tenang maka kambuh lagi penyakit lamaku yang sering pulang larut malam. Sampai suatu malam saat kedaiku sudah kututup dan seperti biasanya aku pulang ke rumah. Tapi sampai di rumah aku merasa ada keanehan, kulihat lampu ruangan tidak ada yang menyala, ini tidak biasanya. Apa istriku cepat sekali tidur dan lupa menyalakan lampu? Tanyaku membatin.

Pelan-pelan aku berjingkat mendekati pintu depan, serr… darahku terasa mengalir lebih cepat. Betapa tidak? Ternyata pintu dikunci dari luar, jadi kemana istriku malam-malam begini belum pulang dan saat pergi juga tidak pamit padaku? Aku kebingungan sendiri di luar hampir 15 menit, kucoba menghubungi Ida melalui hape ternyata nomornya sedang tidak aktif. Tapi saat itu perasaanku mulai tidak enak. Aku mencoba mencari kunci rumah di tempat yang telah biasa kami tentukan kalau ada salah seorang di antara kami ingin berpergian.

Keesokan harinya Ida belum pulang juga, sehingga pagi-pagi kucoba untuk mencari ke rumah orangtuanya, ternyata di rumah orang tuanya Ida tidak ada juga, dan orangtuanya jadi ikut bingung. Anehnya Ana (samaran) istri sepupuku juga uring-uringan mencari suaminya dari semalam. Seminggu berlalu istriku dan sepupuku telah menghilang dari desa, sahih sudah kecurigaanku selama ini bahwa istriku telah kabur bersama-sama dengan adik sepupuku. Tinggallah aku sendiri dalam penyesalanku akibat terlalu memanjakan istri akhirnya inilah yang kuterima. Tapi yang tidak habis kumengerti kenapa adik sepupuku begitu nekat membawa kabur istriku dan dia sendiri juga nekat meninggalkan istrinya dan anak-anaknya yang masih kecil, dan istriku juga belum kucerai bagaimana mereka harus melewati hari-harinya apakah mereka berzina? Nauzubillah!***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar